Rabu, 17 Juli 2013

Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Ardhayadi Mitroatmodjo Di Periksa KPK



JAKARTA: www.jejakkasus.info  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Ardhayadi Mitroatmodjo dalam kasus korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) untuk Bank Century dan penetapan bank itu sebagai bank gagal berdampak sistemik.

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Budi Mulya," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Rabu (17/7).

Ardhayadi adalah mantan Deputi Gubernur BI Bidang Sistem Pembayaran dan Peredaran Uang serta Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Pengawasan Bank.

Ia tidak memberikan pernyataan apapun saat mendatangi gedung KPK.

Dalam kasus Bank Century, KPK sudah memeriksa sejumlah pejabat BI dan pejabat Kementerian Keuangan seperti Sri Mulyani yang saat itu menjabat sebagai Menteri Keuangan.

KPK baru menetapkan mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia Budi Mulya sebagai tersangka pada 7 Desember 2012.

Sementara mantan Deputi Bidang V Pengawasan BI Siti Chodijah Fajriah adalah orang yang dianggap dapat dimintai pertanggungjawaban hukum. (Vivie)


3 Produsen Narkoba di Brengkes Polres Jakarta Barat



JAKARTA: www.jejakkasus.info -  Seorang kakek tua renta berusia 70 tahun,  Senin (24/6) sore  mendatangi Markas Polda Metro Jaya untuk meminta kejelasan kasus pembunuhan saudara sepupunya yang dibunuh tahun 2007 silam yang hingga kini penanganan kasusnya tidak pernah rampung, Padahal, sudah selama tujuh tahun kakek tersebut mencari keadilan.

Seolah tak pernah putus asa,  Mardik Sabirin terus berjuang mencari keadilan yang dirasakan sudah semakin langka ditemui di negeri ini. Dari tempat tinggalnya di Bogor Jawa Barat,  Mardik datang ke Jakarta untuk mencari tau kelanjutan pengusutan kasus pembunuhan saudara sepupunya yang  tewas dibunuh pada 2006 silam.

Ia bercerita,  kasus tersebut bermula saudara sepupunya  Rahima Yopi (65)  pada  25 Juni 2006 silam dilaporkan tewas dibunuh di rumahnya di kawasan  Jalan Percetaka Negara Jakarta Pusat.  Pembunuhan itu diduga sarat dengan rekayasa yang seolah-olah korban tewas akibat rumahnya terbakar.

Penyidik Polsek Metro Johar Baru Jakarta Pusat sudah sempat menetapkan tersangka pembantu korban, namun karena tidak ada bukti sang pembantu  dibebaskan.

Anehnya berkas acara pemeriksaan (BAP) kasus pembunuhan yang diduga dilatarbelakangi persoalan harta tersebut sempat hilang sehingga penyidiknya diperiksa oleh Propam. Ironisnya lagi,  menurutnya,  oknum penyidik  tersebu saat itu meminta uang  Rp 15 juta kepada keluarga korban sebagai biaya operasional pencarian  pelaku  pembunuh korban.

Meski dalam kondisi kurang sehat dan sudah sulit berjalan, pria berusia 70 tahun ini tetap melangkahkan kakinya satu persatu sambil menenteng sebundel berkas.

Tidak ada anak ataupun saudara yang ikut mendampingi, hanya ada sebuah tongkat setia yang menopang langkah si kakek menyusuri Markas Polda Metro Jaya untuk menemui pejabat yang diharapkan mau mendengar keluh kesahnya.

Dengan langkah tertatih-tatih, sang kakek memutuskan mememui Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto  dengan harapan keluh kesahnya didengar dan ditindaklanjuti. Namun,  lagi-lagi ia harus menelan ludah pahitnya,  ia gagal menjumpai pejabat Polda Metro Jaya tersebut.

Sudah tujuh tahun lamanya Mardik mencari keadilan, sejumlah lembaga yang ia harapkan mampu membantunya untuk memperolah keadilan seperti Komisi

Kepolisian Nasional (Kompolnas),  Komnas HAM,  LBHI,  tetap saja tidak berbuat apa-apa.  bahkan ia juga sudah menyurati dua pejabat Kapolri,  namun hingga detik ini laporannya tak kunjung mendapat jawaban.

Meski berharap kasus kematian saudara sepupunya bisa menemukan titik terang, namun melihat ketidakseriusan pihak kepolisian,  ia pesimis pelaku  pembunuh sepupunya bisa diseret ke meja hijau.

Padahal kedatangan Mardik  ke Polda Metro Jaya,  hanya ingin meminta supaya kasus pembunuhan saudara sepupunya itu diusut dan diproses kembali.

Kini Mardik Sabirin tidak tau harus mengadu kemana lagi, sampai kapan  kasus pembunahan sepupunya itu terungkap? (A. Maili)

Selasa, 16 Juli 2013

Napi Kasus Korupsi Sering Jadi Biang Kerok di Lapas



JAKARTA- www.jejakkasus.info Kasus kerusuhan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)Tanjung Gusta, Medan, harus menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk menata sistem dan manajemen Lapas dan Rutan.

Jika amuk napi terus terjadi dan napi terus menerus melarikan diri, Polri yang akan kewalahan mengantisipasi keamanan di masyarakat.

Demikian diungkapkan, Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S Pane dalam keterangannya, Minggu (14/7/2013). lalu

Neta mengungkapkan, sudah saatnya pemerintah membangun sejumlah Lapas di pulau terluar dan menempatkan para napi korupsi, narkoba, dan teroris di lapas khusus tersebut.
                                                                                 Dok. ilustrasi jejak kasus

“Selama ini, napi korupsi dan narkoba kerap menjadi biang kerok kecemburuan di Lapas maupun Rutan. Dengan uang yang dimilikinya, mereka bisa mendapat apa saja yang diinginkan,” katanya.

Para napi kasus korupsi itu, bisa "membeli" sel, hingga sel tersebut hanya ditempatinya sendiri dengan berbagai fasilitas bintang lima.

“Keluar Lapas sesuka hatinya dengan alasan berobat. Menyewa ruangan pejabat Lapas untuk "kantornya" sehari-hari. Memakai alat elektronik dan alat komunikasi secara bebas. Semua tamunya yang masuk tidak diperiksa sipir atau membawa pengawal dan pelayan ke dalam Lapas. Semua keistimewaan ini mereka dapatkan karena membayar suap kepada oknum Lapas atau Rutan,” kata Neta.

Kondisi inilah, kata Neta, yang kerap menimbulkan kecemburuan di Lapas dan Rutan. Untuk itu sistem, manajemen, dan pengawasan terhadap Lapas perlu dibenahi. “Tahanan-tahanan korupsi, narkoba, dan teroris harus ditempatkan di Lapas pulau terluar. Tujuannya agar mereka tidak bisa mengakses koleganya untuk berkolusi dan mendapatkan keistimewaan atau pulang ke rumah sesukanya,” imbuh Neta.

Lagipula, kata Neta, kejahatan para koruptor itu masuk ke dalam kategori kejahatan tingkat tinggi yang menghancurkan bangsa dan negara. “Sangat pantas mereka ditempatkan di Lapas pulau terluar,” katanya.

Neta menambahkan, dalam manajemen Lapas, pemerintah harus tegas bahwa tidak ada lagi napi potensial yang menguasai kamar tahanan hanya untuk dirinya sendiri. “Dan menjadi raja kecil yang mempecundangi para pejabat Lapas dengan uangnya,” tutup Neta. (Haris)

Penyidik KPK-Kuasa Hukum Irjen Djoko Pengaruhi Saksi



JAKARTA www.jejakkasus.info Ketua satuan tugas penyidikan perkara korupsi pengadaan simulator SIM dan Pencucian Uang dengan terdakwa Irjen Pol Djoko Susilo, Novel Baswedan membantah menekan psikologis saksi dalam proyek senilai Rp196 miliar tersebut.

Novel justru menuding penasihat hukum Djoko Susilo yang kedapatan mempengaruhi saksi di luar persidangan.

"Tidak pernah ada ancaman dan tekanan. Kalau memang beberapa saksi yang mencabut keterangan, situasinya terbalik. Bahkan, sebelumnya saksi dihubungi penasihat terdakwa," kata Novel saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan, Selasa (16/7/2013).

Menurut Novel, tekanan psikis dari pengacara Djoko dialami Benetia Pratiwi. Menurut Novel, Tiwi sapaan Pratiwi, pernah bertemu dengan salah satu penasihat hukum terdakwa di Hotel Peninsula, sebelum bersaksi.

"Salah satu saksi bahkan mengatakan, kalau menyampaikan sesuatu yang tak benar akan dijadikan tersangka," ujar  Novel.

Novel mengaku punya bukti rekaman CCTV yang mengabadikan kejadian tersebut. "Ini terjadi pengaruh yang dilakukan penasihat hukum, sehingga perlu disampaikan ke majelis," tegasnya.

Sebelumnya, sejumlah saksi yang dihadirkan jaksa di pengadilan sempat mencabut berita acara pemeriksaan. Mereka mengaku mendapat tekanan dari penyidik (JK)

Senin, 15 Juli 2013

Dubai Segera Bentuk Badan Hukum Sertifikasi Syariah



DUBAI – JEJAKKASUS.INFO - Komite Tinggi Ekonomi Islam Dubai akan membuat badan hukum untuk mengesahkan produk syariah di Dubai akhir tahun ini. Nantinya Komite Ekonomi Islam bekerja sama dengan lembaga tersebut dalam mendukung produk-produk syariah di Uni Emirat Arab (UEA) serta mendorong inisiatif Dubai menjadi pusat ekonomi syariah dunia.

Anggota Komite Tinggi Ekonomi Islam, Sami Al Qamzi, mengatakan Dubai sedang mencari kerangka hukum syariah guna meningkatkan kredibilitas produk syariah serta mendorong permintaan pada sektor ekonomi. "Komite akan membentuk badan yang berwenang untuk mensertifikasi dan memeriksa produk-produk syariah tersebut, termasuk sektor keuangan, ekonomi dan komersial," ujarnya seperti dikutip dari Zawya, Jumat (22/3)

Wakil Presiden dan Perdana Menteri UEA, Mohammad Bin Rashid Al Maktoum, mengumumkan serangkaian inisiatif untuk mendirikan sebuah
platform komprehensif dari produk dan layanan ekonomi syariah. Ini bertujuan mengintegrasikan ekonomi syariah sebagai bagian dari keseluruhan platform ekonomi Dubai. Termasuk di dalamnya instrumen keuangan syariah, asuransi syariah, arbitrase kontrak syariah, industri makanan halal dan standar perdagangan serta standar kualitas manajemen syariah.

Al Qamzi mengatakan prospek ekonomi syariah cukup menjanjikan di Dubai. "Kami ingin menyatukan bisnis ini di bawah badan resmi hukum yang mampu mengatur produk bisnis syariah," ucapnya. Ekonomi syariah akan tumbuh seiring meningkatnya permintaan terhadap produk-produknya.

Al Qamzi berujar komite tidak berusaha membuat lembaga syariah  baru untuk mempromosikan sektor syariah, tetapi hanya memperkuat yang telah ada. "Kami akan membantu peningkatan aturan dan undang-undang yang menciptakan satu standar ekonomi syariah," katanya. Komite juga akan bekerja sama dengan Akademi Ekonomi Islam untuk menghadirkan program studi ekonomi syariah di kampus mereka.(A. MAILI)